Jumat, 7 Desember 2012 | 16:09
Kawasan Nanjing Road, Shanghai, China |
Nanjing,
saat itu menjadi ibu kota China, kedatangan tentara Jepang pada 13
Desember 1937. Tak lama kemudian Xia mendengar rintihan. Dalam hitungan
menit saja, tujuh anggota keluarganya sudah tergeletak tak berdaya,
dibunuh tentara Jepang yang menyerbu. Itu baru pada kejadian di hari
pertama selama dua bulan aksi tentara Jepang yang mirip pembantaian.
Bukan itu saja, aksi pemerkosaan dan penghancuran juga terjadi dan kini
dikenal
dengan julukan Pembantaian Nanjing.
dengan julukan Pembantaian Nanjing.
Ini adalah bagian
dari rangkaian kebrutalan Jepang, yang tetap terasa perih dan menjadi
pemicu awal Perang Dunia II. Ayah Xia ditembak langsung di depan pintu.
Kemudian tentara Jepang menyeret ibunya yang bersembunyi di bawah
meja yang sedang menggendong bayinya berusia setahun. Bayonet
menghunjam keduanya, tetapi itu baru dilakukan setelah para tentara
memperkosa ibunya. "Mereka melemparkan saudari saya berusia setahun itu
ke lantai, lalu menelentangkan ibu saya di atas meja, kemudian membuka
kancing baju ibu," kata Xi dengan suara bergetar.
Dua anak
tetangga juga sudah dibunuh. Saat itu, Xia tiarap di bawah kasur di
ruang belakang bersama tiga saudarinya yang lain, sementara kakek
neneknya duduk di atas tempat tidur. Sesaat ada suara hening, tetapi
mendadak tentara Jepang memasuki kamar, lalu berteriak kepada kakek
neneknya. Si nenek turut diperkosa. Saudarinya berusia 15 tahun dan 13
tahun saat itu juga dibunuh. "Saya saat itu berusia delapan tahun,
tetapi masih mengingat jelas apa yang terjadi pada dua saudari saya.
Mereka juga diperkosa dan kemudian tewas akibat penderitaan luar
biasa," tutur Xia.
"Saya menangis keras-keras dan kemudian tidak
sadarkan diri. Saya selalu merasa perih setiap kali saya mengingat itu
semua," kata Xia yang dihunjam bayonet berkali-kali di bagian punggung
dan pundak. Saat siuman, dia hanya melihat ada seorang yang selamat dari
pembantaian. Dua gadis bersembunyi di antara jenazah yang sudah mulai
membusuk selama 10 hari. Mereka ditemukan pasangan berusia tua dan
membawa mereka ke zona keamanan internasional. Mereka dibawa ke sebuah
kamp yang dibangun pihak asing yang bertahan di Nanjing untuk mencegah
kelanjutan pembantaian.
Ini adalah bagian dari kisah pembantaian
yang selalu mewarnai hubungan bilateral China-Jepang. Pihak China
mengatakan ada 300.000 orang yang tewas saat pembantaian itu. Namun,
pihak Jepang mengatakan korban tewas berkisar 200.000 orang. Para
analis dan politisi ultrakonservatif Jepang tetap mendebat peristiwa
itu. "Saya kini berusia 80 tahun lebih dan tetap saja mendengar
penyangkalan atas kejadian itu," kata Xia yang dalam 12 tahun terakhir
ini terus berjuang bersaksi soal kebenaran Pembantaian Nanjing lewat
pengadilan.
"Mereka masih saja mengatakan pembantaian itu tidak
benar, tidak terjadi. Ini tidak mungkin karena bekas bacokan masih ada
di badan saya," katanya sambil menangis.
sumber : kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar